VIDIO PILIHAN

Cari Blog Ini

TV @ FARDHU TV online- Saudi Quran tv channel live online

CLIK TONTON TV ISLAM

Rabu, 3 November 2010

Islam Dan Mistik Jawa


Islam Dan Mistik Jawa
karya: Ronggowarsito

Alkisah, seorang dewa Hindu, Wisnu didorong oleh keinginannya yang besar untuk mencari titik temu antara ajaran Hindu dan Islam, rela menempuh perjalanan jauh, dengan mengarungi lautan dan daratan, untuk datang ke negeri Rum (Turki), salah satu pusat negeri Islam, yang kala itu dalam penguasaah Daulah Usmaniyah. Untuk mencapai maksud itu, Wisnu mengubah namanya menjadi Seh Suman. Dia pun menganut dua agama sekaligus, lahir tetap dewa Hindu namun batinnya telah menganut Islam.

Dan demikianlah, setelah menempuh perjalanan yang demikian jauh dan melelahkan, sampailah Seh Suman di Negeri Rum. Kebetulan pada masa itu Seh Suman bisa menghadiri musyawarah para wali itu bertujuan untuk mencocokkan wejangan enam mursid (guru sufi):

1) Seh Sumah,
2) She Ngusman Najid,
3) Seh Suman sendiri,
4) Seh Bukti Jalal,

5) Seh Brahmana dan

6) Seh Takru Alam.

Demikianlah ikhtisah Suluk Saloka Jiwa karya pujangga Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Raden Ngabei Ranggawarsita, sebagaimana dirangkumkan oleh pakar masalah kejawen dari IAIN Sunan Klaijaga Yogyakarta, Dr. Simuh (1991:76). Menurut Simuh, kitab ini nampaknya diilhami oleh tradisi permusyawaratan para wali atau ahli sufi untuk membehas ilmu kasampuranan atau makrifat yang banyak berkembang di dunia tarekat.

Dunia Penciptaan

Sumber lain menyebut kitab ini sebagai Suluk Jiwa begita saja. Misalnya, dalam disertai Dr. Alwi Shihab di Universitas ‘Ain Syams, Mesir, Al Tashawwuf Al-Indunisi Al-Ma’asir yang kemudian diindonesiakan oleh Dr. Muhammad Nursamad menjadi Islam Sufistik : “Islam Pertama” dan pengaruhnya hingga kini di Indonesia (Mizan, 2001).

Bahkan bukan saja penyebutan judulnya yang berbeda, namun nama tokoh-tokohnya ditulis menurut ejaan Arab. Sehingga, Seh Suman oleh Alwi Shihab ditulisnya sebagai Sulaiman. Seh Ngusman Najib ditulis Syaikh Ustman Al-Naji. Meskipun begitu alur cerita yang digambarkan oleh Alwi Shihab tidak berbeda dengan yang dipaparkan oleh Dr. Simuh.

Dari perbedaan penyebutan itu timbul beberapa spekulasi. Spekulasi pertama barangkali memang penyebutan Alwi Shihab kurang lengkap mengingat Alwi tampaknya tidak mengambil dari sumber langsung atau mungkin kekeliruan dalam penerjemahan. Namun, spekulasi yang lain bisa saja antara Seluk Saloka Jiwa dan Suluk Jiwa memang kitab yang berbeda atau turunan yang lain.

Hal ini bisa saja terjadi karena kitab Jawa, yang penurunannya belum memakai metode cetak tapi tulisan tangan, suatu kitab sejenis antara turunan yang satu dengan turunan yang lainnya bisa mengalami perubahan karena ditulis dalam waktu dan kesempatan yang berbeda, bahkan bisa oleh penulis yang berbeda pula.

Namun, yang pokok, antara apa yang diungkapan oleh Dr. Simuh dengan Dr. Alwi Shihab tidak ada perbedaan yang berarti. Keduanya menyebut bahwa karya Ranggawarsita yang satu ini memiliki pertalian yang erat dengan upaya mensinkronkan ajaran Islam dan Jawa (Hinduisme). Bahkan, Dr. Alwi Shihab menyebut sosok Ranggawarsita sebagai Bapak Kebatinan Jawa atau
Kejawen. Menurut Menteri Luar Negeri RI pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, penjulukannya ini didasarkan pada kenyataan bahwa karya-karya Ranggawarsita menjadi rujukan utama untuk kebatinan Jawa.


Serat Soluk Saloka Jiwa ini berbicara soal dunia penciptaan, yaitu dari masa manusia berasal dan ke mana bakal kembali (sanggkan paraning dumadi). Ini terlihat dari hasil perbincangan enam sufi di Negeri Rum yang juga dihadiri oleh Seh Suman alias Dewa Wisnu tersebut. Dari sinilah, Seh Suman berkesimpulan bahwa sesungguhnya antara ajaran Islam dan Jawa memiliki paralelisme.

Menurut Ranggawarsita, sebagaimana digambarkan dari hasil percakapan enam sufi, Allah SWT itu ada sebelum segala sesuatu ada. Yang mula-mula diciptakan oleh Allah adalah

  • al-nur yang kemudian terpancar darinya 4 unsur : tanah, api,udara, dan air.
  • Kemudian diciptakanlah jasad yang terdiri dari 4 unsur: darah,daging, tulang dan tulang rusuk.
Api melahirkan 4 jenis jiwa/nafsu : aluamah (dlm ejaan Arab lawwmah)
yang memancarkan

1) warna hitam;
2) amarah (ammarah) memancarkan warna merah;
3) supiah (shufiyyah) berwarna kuning dan
4) mutmainah (muthma’inah) berwarna putih.

Dari udara lahir nafas, tanaffus, anfas dan nufus.
Paham penciptaan ini jelas kemudian sangat berpengaruh terhadap tradisi kejawen yang memang mengambil dari ajaran Islam yang berpadu dengan kebudayaan lokal. Memang konsep-konsep tentang jiwa (nafs) juga diruntut dalam tradisi Islam sufistik, seperti yang dikembangkan Al-Ghazali.

Namun demikian, konsep tentang nafsu-nafsu itu kemudian berkembang dikalangan kebatinan Jawa secara luas, bahkan juga berpengaruh bagi kalangan penganut kebatinan Jawa nonmuslim.

Demikianlah ikhtisar Suluk Saloka Jiwa sebagaimana dirangkumkan oleh Simuh (1991: 76). Menurut Simuh, kitab ini tampaknya "di-ilhami" oleh tradisi permusyawaratan para wali atau ahli sufi untuk membahas ilmu kasampurnan atau makrifat yang banyak berkembang di dunia tarekat.

Pendapat senada terdapat dalam disertasi Dr Alwi Shihab di Universitas 'Ain Syams, Mesir, Al Tashawwuf Al-Islami wa Atsaruhu fi Al-Tashawwuf Al-Indunisi Al-Ma'asir.

Hanya saja, dalam disertasi Shihab, nama tokoh-tokohnya ditulis menurut ejaan Arab. Seh Suman ditulisnya sebagai Sulaiman, Seh Ngusman Najid ditulis Syaikh Ustman Al-Naji. Meskipun begitu, alur cerita yang digambarkan tidak berbeda. Keduanya juga menyebut bahwa karya Ranggawarsita yang satu ini memiliki pertalian yang erat dengan upaya menyinkronkan ajaran Islam dan Jawa (Hinduisme), inti pokok ajaran kebatinan Jawa.

Serat Suluk Saloka Jiwa ini berbicara soal dunia penciptaan, yaitu dari mana manusia berasal dan ke mana bakal kembali (sangkan paraning dumadi). Ini terlihat dari hasil perbincangan enam sufi di Negeri Rum yang juga dihadiri oleh Seh Suman alias Dewa Wisnu tersebut.

Dari sinilah, Seh Suman berkesimpulan bahwa sesungguhnya antara ajaran Islam dan Jawa memiliki paralelisme.

Menurut Ranggawarsita, sebagaimana digambarkan dari hasil percakapan enam sufi, Allah itu ada sebelum segala sesuatu ada. Yang mula-mula diciptakan oleh Allah adalah al-nur yang kemudian terpancar darinya tanah, api, udara, dan air. Kemudian diciptakanlah jasad yang terdiri dari empat unsur: darah, daging, tulang-tulang, dan tulang rusuk.

Api melahirkan empat jenis jiwa/nafsu: aluamah (dalam ejaan Arab lawwamah) yang memancarkan warna hitam; amarah (ammarah) memancarkan warna merah; supiah (shufiyyah) berwarna kuning dan mutmainah (muthma'inah) yang berwarna putih. Dari udara lahir nafas, tanaffus, anfas dan nufus.

Paham penciptaan ini jelas kemudian sangat berpengaruh terhadap tradisi kebatinan Jawa yang memang mengambil dari ajaran Islam yang berpadu dengan kebudayaan lokal. Memang konsep-konsep tentang jiwa (nafs) juga diruntut dalam tradisi Islam sufistik, seperti yang dikembangkan Al-Ghazali. Dalam kaitan pemilahan an-nafs (nafsu) ini, Al-Ghazali membagi tujuh macam nafsu, yaitu mardhiyah, radhiyah, muthmainah, kamilah, mulhammah, lawwamah, dan ammarah (Rahardjo; 1991: 56).

Namun, yang berkembang dalam kebatinan Jawa bukan tujuh macam nafsu, namun tetap empat nafsu di atas.

Seorang dokter-cendekiawan Jawa dari Semarang, dr Paryana Suryadibrata, pada tahun 1955, pernah menulis karangan "Kesehatan Lahir dan Batin" bersambung lima nomor di Majalah Media Yogyakarta. Ia, misalnya, menyebut 4 (empat) macam tingkatan nafsu manusia:

1. ammarah (egosentros),
2. supiyah (eros),
3. lawwamah (polemos), dan
4. muthmainah (religios).


Konsep tentang empat nafsu itu kemudian berkembang luas di kalangan kebatinan Jawa secara luas, bahkan juga berpengaruh bagi kalangan kebatinan Jawa yang non-muslim. Karena itu, tidak salah jika Alwi Shihab menyebut sosok Ranggawarsita sebagai Bapak Kebatinan Jawa atau Kejawen.

Sinkretisme atau Varian Islam?

  • * Lantas, apa yang bisa diambil bagi generasi masa kini atas keberadaan Suluk Saloka Jiwa?
  • * Benarkah Ranggawarsita, dengan karya suluknya ini, telah membawa bentuk sinkretisme Islam-Jawa?
  • * Lantas, mungkinkah semangat pencarian titik temu antar-nilai suatu agama ini bisa dijadikan desain strategi budaya untuk membangun pola relasi antar-umat beragama di Indonesia dewasa ini?

Pertanyaan-pertanyaan ini agaknya tidak bisa dipandang enteng, mengingat kompleksnya permasalahan. Yang jelas, masing-masing pertanyaan di atas memiliki korelasi dengan konteksnya masing-masing, tinggal bagaimana seorang penafsir mengambil sudut pandang.

Anggapan bahwa ajaran mistik Jawa sebagaimana tercermin dalam Suluk Saloka Jiwa merupakan bentuk sinkretisme antara Islam dan Jawa (Hinduisme) boleh dikata merupakan pendapat yang umum dan dominan.

Apalagi, sejak semula Ranggawarsita sendiri-lewat karyanya itu-seakan telah memberi legitimasi bahwa memang terdapat paralelisme antara Islam dan Hinduisme. Hal ini seperti tercermin dalam kutipan pupuh berikut ini:

Yata wahu/ Seh Suman sareng angrungu/ pandikanira/ sang panditha Ngusman Najid/ langkung suka ngandika jroning wardoyo//Sang Awiku/ nyata pandhita linuhung/ wulange tan siwah/ lan kawruhing jawata di/ pang-gelare pangukute tan pra beda//

Artinya:

Ketika Seh Suman (Wisnu) mendengar ajaran Ngusman Najid, sangat sukacita
dalam hatinya. Sang ulama benar-benar tinggi ilmunya, ajarannya ternyata tidak berbeda dengan ajaran para dewa (Hinduisme). Pembeberan dan keringkasannya tidak berbeda dengan ilmu kehinduan.

Atas pernyataan ini, kalangan pakar banyak yang berpendapat bahwa Ranggawarsita seperti telah menawarkan pemikiran "agama ganda" bagi orang Jawa, yaitu lahir tetap Hindu namun batin menganut Islam, karena antara Hindu dan Islam menurutnya memang terdapat keselarasan teologi. Simuh, misalnya, menyatakan, "Maka, menurut Ranggawarsita, tidak halangan bagi priayi Jawa menganut agama rangkap seperti Dewa Wisnu: Lahir tetap hindu sedangkan batin mengikuti tuntunan Islam" (Simuh;
1991: 77).

Tafsiran demikian ini tidak dilepaskan dari konteks sosio-kultural pada saat itu. Hal tersebut tidak terlepas dari strategi budaya yang diterapkan keraton-keraton Islam di Jawa pasca-Demak, yang mencari keselarasan antara masyarakat pesisiran yang kental dengan ajaran Islam dan masyarakat pedalaman yang masih ketat memegang keyakinan-keyakinan yang bersumber dari Hindu, Buddha, dan kepercayaan-kepercayaan asli,agar tidak ada perpecahan ke agamaan. Upaya-upaya ini telah dilakukan secara sistematis, utamanya sejak dan oleh Sultan Agung, raja ketiga Mataram Islam.

Di antaranya, Sultan Agung mengubah kalender Saka (Hindu) menjadi kalender Jawa, yang merupakan perpaduan antara sistem penanggalan Saka dan sistem penanggalan Islam (Hijriah).

Namun, benarkah bahwa Islam Jawa merupakan bentuk sinkretisme Islam dengan ajaran Hindu, Buddha dan kepercayaan Jawa? Pendapat yang dominan memang demikian, khususnya bagi yang mengikuti teori trikotomi-santri-priayi-abangan-Clifford Geertz sebagaimana tercermin
dalam The Religion of Java yang monumental itu.

Namun, seorang pakar studi Islam lainnya, Mark R Woodward, yang melakukan penelitian lebih baru dibanding Geertz, yaitu pada tahun 1980-an, berkesimpulan lain. Woodward, yang sebelumnya telah melakukan studi tentang Hindu dan Buddha, ternyata tidak menemukan elemen-elemen Hindu dan Buddha dalam sistem ajaran Islam Jawa.

"Tidak ada sistem Taravada, Mahayana, Siva, atau Vaisnava yang saya pelajari yang tampak dikandungnya (Islam Jawa) kecuali sekadar persamaan... sangat sepele," demikian tulis Woodward (1999: 3).

Bagi Wordward, Islam Jawa-yang kemudian disimplikasikan sebagai kejawen-sejatinya bukan sinkretisme antara Islam dan Jawa (Hindu dan Buddha), tetapi tidak lain hanyalah varian Islam, seperti halnya berkembang Islam Arab, Islam India, Islam Syiria, Islam Maroko, dan lain-lainnya. Yang paling mencolok dari Islam Jawa, menurutnya, kecepatan dan kedalamannya mempenetrasi masyarakat Hindu-Buddha yang paling maju atau sophisticated (ibid: 353).

Perubahan itu terjadi dengan begitu cepatnya, sehingga masyarakat Jawa seakan tidak sadar kalau sudah terjadi transformasi sistem teologi.

Dengan demikian, konflik yang muncul dengan adanya Islam Jawa sebenarnya bukanlah konflik antar-agama (Islam versus Hindu dan Buddha), melainkan konflik internal Islam, yakni antara Islam normatif dan Islam kultural, antara syariah dan sufisme.

Dalam kaitan ini, Woodward menulis:
"Perselisihan keagamaan (Islam di Jawa) tidak didasarkan pada penerimaan yang berbeda terhadap Islam oleh orang-orang Jawa dari berbagai posisi sosial, tetapi pada persoalan lama Islam mengenai bagaimana menyeimbangkan dimensi hukum dan dimensi mistik." (ibid: 4-5).

Namun, harus diakui, menyimpulkan apakah Suluk Saloka Jiwa mengajarkan sinkretisme Islam dan Hindu-Buddha atau tidak memang tidak gampang.

Ini membutuhkan penelitian lebih lanjut dan mendalam. Namun, pendapat Woodward bahwa problem keagamaan di Jawa lebih karena faktor konflik Islam normatif dan Islam kultural tersebut juga bukan tanpa alasan, setidak-tidaknya memang konsep nafs (nafsu) seperti yang ditulis
Ranggawarsita itu memang sulit dicarikan rujukannya dari sumber-sumber literatur Hindu, Buddha ataupun kepercayaan asli Jawa, namun akan lebih mudah ditelusur dengan mencari rujukan pada literatur-literatur tasawuf (sufisme) Islam, seperti yang dikembangkan oleh Al-Ghazali, As-Suhrawardi, Hujwiri, Qusyayri, Al-Hallaj dan tokoh-tokoh sufi Islam lainnya.


Kekhawatiran bahwa Islam Jawa kemungkinan akan "menyeleweng" dari Islam standar tidaklah hanya dikhawatirkan oleh kalangan Islam modernis saja, melainkan kelompok-kelompok lain yang mencoba menggali Islam Jawa dan mencoba mencocokkannya dengan sumber-sumber Islam standar. Seorang intelektual NU, Ulil Abshar-Abdalla, ketika mengomentari Serat Centhini (Bentara, Kompas, edisi 4 Agustus 2000), menulis sebagai berikut:

Yang ingin saya tunjukkan dalam tulisan ini adalah bagaimana Islam menjadi elemen pokok yang mendasari seluruh kisah dalam buku ini [Serat Centhini], tetapi telah mengalami "pembacaan" ulang melalui optik pribumi yang sudah tentu berlainan dengan Islam standar. Islam tidak
lagi tampil sebagai "teks besar" yang "membentuk" kembali kebudayaan setempat sesuai dengan kanon ortodoksi yang standar.

Sebaliknya, dalam Serat Centhini, kita melihat justru kejawaan bertindak secara leluasa untuk "membaca kembali" Islam dalam konteks setempat, tanpa ada ancaman kekikukan dan kecemasan karena "menyeleweng" dari kanon resmi. Nada yang begitu menonjol di sana adalah sikap yang wajar dalam melihat hubungan antara Islam dan kejawaan, meskipun yang terakhir ini sedang melakukan suatu tindakan "resistensi". Penolakan tampil dalam nada yang "subtil", dan sama sekali tidak mengesankan adanya "heroisme"....


Ulil-Abshar barangkali ingin mengatakan inilah cara orang Jawa melakukan perlawanan: Menang tanpa ngasorake... Islam tampaknya telah mengalami kemenangan di Jawa, namun sesungguhnya Islam telah "disubversi" sedemikian rupa, dengan menggunakan tangan Islam sendiri, sehingga
sesungguhnya yang tetap tampil sebagai pemenang adalah Jawa.


Dari Mitis ke Epistemologis

Pada akhirnya, dalam kaitannya relasi Islam-Jawa, bila yang digunakan pendekatan adalah pandangan "kita" versus "mereka", dan karena itu "Jawa" dan "Islam" berada dalam posisi oposisional dan tanpa bisa didialogkan, serta mendudukannya secara vis-a-vis, maka sebenarnya tanpa sadar kita pun telah ikut melegitimasi konflik. Kalau itu yang terjadi, dalam konteks pembangunan toleransi antarpihak, kita sebenarnya tidak memberikan resolusi, namun justru antisolusi. Karena itu, dalam konteks ini, resolusi harus dicarikan pendekatan lain. Dan pendekatan yang layak ditawarkan adalah pendekatan transformatif, yaitu tranformatif dari cara
berpikir "mitis" ke pola berpikir "epistemologis.

Transformasi berpikir "mitis" ke "epistemologis" adalah membawa alam pikiran masyarakat dari semula yang "tidak berjarak" dengan alam menuju cara berpikir yang "mengambil jarak" dengan alam. Dengan adanya keberjarakan dengan alam, manusia bisa memberi penilaian yang obyektif terhadap alam semesta. Ini tentu saja berbeda dengan cara berpikir "mitis", manusia berada "dalam penguasaan" alam.





Karena itu, ketika mereka gagal memberi rasionalitas terhadap gejala-gejala alam, seperti gunung meletus, angin topan, banjir bandang, maka yang dianggap terjadi adalah alam sedang murka. Berpikir mitos pada akhirnya yang terjadi. Dengan berpikir epistemologis, mengambil jarak dengan alam, maka manusia bisa memberi gambaran yang rasional tentang alam, dan kemudian mengolahnya, demi kesejahteraan umat manusia. Alam pun berubah menjadi sesuatu yang fungsional, bermanfaat.

MH ZAELANI TAMMAKA Peminat studi sosial dan kebudayaan, salah satu
penggiat Ndalem Padmosusastro Surakarta
@biz

http://www.nabble.com/Suluk-Saloka-Jiwa-----thanks--Wak-Haji.-td18645050.html


Isnin, 25 Oktober 2010

@MANUSIA DAN AGAMA YANG ADA



MANUSIA DAN AGAMA YANG ADA
oleh: DR HAMKA

ALAM terbentang luas dan manusia hidup di dalamnya. Dengan panca­indera dan akal yang ada padanya, manusia dapat mempersaksikan Alam itu dalam segala sifat dan lakunya. Ada kebesaran, keajaiban dan keindahan, dan ada perubahan-perubahan yang tetap. Kehidupan manu­sia itu sendiri tidak dapat diceraikan dengan Alam itu.

Maka yang mina-mina timbul pada manusia itu adalah perasaan bah­wa ada sesuatu yang menguasai Alam ini. Dia yang mengatur dan me­nyusun perjalanannya. Dia yang menjadikan segalanya. Dia Yang Maha Kuasa atas setup sesuatu yang ada.

Kesan Pertama bahwa Ada Yang Maha Kuasa itu meratalah pada se­genap manusia. Kerana kesan inilah yang tumbuh bilamana akalnya su­dah mulai berjalan. Bahwasanya ada sesuatu kekuatan tersembunyi di latar yang nampak ini.

Yang selalu dirasai adanya, tetapi tidak dapat di­tunjukkan tempatnya. Tidaklah pernah terpisah perasaan ini, walaupun bagaimana kepintaran manusia ataupun dia masih berpikir sederhana.

Di zaman akal itu mulai bertumbuh (primitif), khayalnya akan Adanya yang Ada itu diberinya berupa, menjadi perlambang daripada perasaan­nya sendiri.


Macam-macamlah perasaan yang timbul di sekeliling kesan tentang Yang Ada itu. Kadang-kadang timbullah takut kepadanya, dan kadang­ kadang timbul pula rasa terharu melihat keindahan dan kebesaran bekas perlihatannya. Maka diadakanlah pemujaan kepada benda-benda yang seram. Kepada batu, pohon kayu seumpama beringin.

Gunung atau nya­talah kelihatan bagaimana berkembangnya pemujaan kepada yang gaib itu menurut pengaruh keadaan hidup pada masa itu. Semasa kehidupan gua, disembahlah keseraman rimba dan kayu-kayan dan batu.

Kemudi­an itu disembah gunung. Dan setelah hidup berpindah dari gua batu ke tepi sungai, disembahlah air yang mengalir, dipuja pasang naik dan pasang turun.

Dan kadang-kadang disembah juga ikan. Dan di zaman per­buruan dipujalah~ binatang-binatang yang dirasa ada hubungannya de­ngan suku.



Apabila kehidupan itu telah maju, dan telah pindah ke za­man bercucuk tanam, mulailah dirasa pertalian yang sipat di antara la­ngit dan bumi, kerana kesuburan tumbuh-tumbuhan bertali dengan hu­jan dari langit. Maka mulailah mata menengadah ke langit. Di sanalah agaknya terletak rahasia Yang Maha Kuasa itu.

Manakah agaknya Pusat Kekuasaan besar itu? Ada pembahagian siang dan malam. Siang dan malam menyatakan pembahagian hidup.

Dan siang"dan malam adalah timbul kerana perjalanan Matahari. Bila dia terbit, teranglah alam, dan dapatlah kita berusaha. Kalau dia terbenam, gelaplah hari dan timbullah ketakutan lantaran gelap. Sebab itu maka timbullah persangkaan bahwa Matahari pusatnya kekuasaan itu. `Hari' adalah pertukaran di antara siang dan malam. Maka bola-mesh yang beredar itu adalah `Mata'nya. Pergiliran di antara Siang dan Malam itu adalah Dia. Sebab itu maka kiamat Hari itu bererti juga Tuhan. Dan kadang-kadang disebut juga `Kala', yaitu masa dan ketika. Dinamainya Batas Kala.

Di sini sudah mulai agak maju manusia itu berpikir. Dia sudah mulai menggambarkan Kesatuan Yang Ada itu. Inilah pangkal persembahan kepada Matahari.



Kemudian itu terpikir pulalah bagaimana keindahan bulan pumama dan bagaimana pengaruhnya kepada tanam-tanaman dan binatang ter­nak, dan bagaimana pula pengaruhnya kepada pasang naik dan pasang turun. Maka kepercayaan kepada Bulan adalah tingkat yang kedua sete­lah terlebih dahulu mengesankan bahwa Kesatuan adalah pada Mata­hari.

Kemudian itu timbullah kepercayaan dan pernujaan kepada bintang-­bintang. Cahaya bintang nampak di waktu malam, setelah Matahari tidak ada lagi dan setelah bulan lepas dari purnamanya atau belum me­ningkat purnamanya.

Pergantian bulan yang 12 kali dalam setahun telah ditentukan sete­lah dilihat bintang-bintang yang berganti-ganti kelihatan. Apabila genap peredaran bulan tadi 12 giliran, bintang yang kelihatan dahulu jugalah yang kelihatan sekarang.

Pergiliran bintang itu sangat bertali dengan musim. Ada musim hujan, dan ada kumpulan bintang yang kelihatan Ada musim kemarau, yang lain pula bintangnya. Jika melihat dari sudut kebendaannya saja, timbullah ilmu pengetahuan tentang perjalanan fa­lak. Tetapi dari sudut kegaiban kelihatan Maha Kekuasaan. Dan bertam­bahlah kepercayaan bahwasanya pusat kekuasaan itu hanyalah Esa juga.

Manusia hidup berkelompok-kelompok, bersuku-suku. Sudah nyata bahwa mula-mula manusia itu melihat keluar lingkungan dirinya, baik kepada 'bumi yang terharnpar, atau kepada langit yang terbentang luas. Sesudah itu menukiklah penglihatan tadi ke bawah, kepada diri sendiri. Dan kepada masyarakat yang ada sekeliling.

AKU telah ada di dunia ini. Dari mana datangku. Aku datang dari Sebab perhubungan bersetubuh di antara kedua ibubapaku. Maka terasa­lah bagaimana kuatnya tali perhubungan kehidupan manusia kerana adanya alat kelamin laki-laki itu.

Seorang laki-laki merasai bagaimana kegagah-perkasaannya mencari makan dan bersetubuh, kerana alat kela­minnya


Seorang perempuan merasai apa pentingnya hubungan dia se­bagai perempuan dengan kawannya sebagai laki-laki kerana alat setubuh itu. Maka timbul pulalah kesan bahwasanya alat setubuh adalah rahasia" dari kehidupan. Sebab itu dia dipandang sebagai pusaka gaib dan ber­tuah, yang harus dipelihara dan dipuja.

Maka sejak kehidupan yang per­tama itu, kelihatan bahwa alat setubuh itu disaktikan, ditutupi baik-­baik, sehingga telah menjadi naluri turun temurun dalam hidup manu­sia yang beribu tahun, merasa diri durhaka kalau aurat itu terbuka. Akhirnya menjadi rasa malu. Dan ini pula sebabnya maka salah satu perlambang persembahan bagi bangsa-bangsa dan suku yang masih se­derhana itu ialah penggambaran dari alat bersetubuh. Bahkan pada kuil-­kuil Hindu dan Buddhapun masih dilihat puncak yang lekas membawa kesan bahwa itu adalah gambaran dari alat kelamin laki-laki.

Kepercayaan demikian merapatkan hubungan dengan ibubapa, bah­kan menyebabkan ibubapapun menjadi persembahan dan pemujaan. Anak cucu dari bapa yang pertamapun berkembang biak. Narnun hu­bungan dengan Bapa yang pertama tidaklah putus.
Adalah satu soal yang menambah kuatnya kegaiban itu. Yaitu ten­tang adanya MATI.

Kalau urusan rahasia kelahiran telah dapat dipecahkan dengan me­nyembah kepada alat kelamin, bagaimana dengan mati? Apa ertinya mati? Mengapa setelah hidup dengan what wal`afiat, kemudian terhenti saja hidup itu?

Padahal tubuh masih ada? Dan kalau tubuh itu terletak lebih lama, diapun busuk? Maka setelah seorang keluarga mati, meski­pun badannya telah dibuang atau dikuburkan, terasa juga bahwa dia masih ada. Terasa bahwa dia masih ada di keliling kita. Dia rasanya be­lum mati.

Kadang-kadang datanglah dia dalam mimpi. Sebab itu timbul­lah kesan bahwa di samping tubuhnya yang kasar itu ada lagi `halus'­nya. Halus itu sewaktu-waktu datang kembali hendak melihat anak cucunya, melindunginya seketika dia ditimpa bahaya. Atau dia meng­ganggu kalau hatinya tidak senang! Maka timbullah pula pemujaan ke­pada halus orang setelah mati.

Orang-orang yang dituakan yang masih hidup tentu sipat perhubung­an dengan halusnya orang yang telah mati itu. Kerana dia yang lebih berkuasa dan lebih besar dari antara kelompok suku. Maka tumbuhlah kepercayaan bahwa kepala suku bukan saja mengepalai kehidupan se­hari-hari, tetapi menjadi perantaraan juga dengan halusnya orang yang telah mati.

Kesan itu masih nampak pada beberapa Kerajaan-kerajaan Besar di , Timur, yang berasal daripada tumbuhnya kekeluargaan besar. Maharaja adalah Bapa dari seluruh rakyat yang bernaung di hawah panji-panjinya. Dia juga kepala agama dan juga dukun. Maharaja Tiongkok dinamai `Pu­tera Langit'. Dan di Nippon ada kepercayaan bahwa Maharajanya ada­lah keturunan daripada Dewa Matahari.


Al fatihah buat -- ABUYA HAMKA

Ahad, 24 Oktober 2010

Kitab Munjiyat....yang masih ada

Menuntut ilmu wajib bagi manusia, bagi yang tidak sempat pergi ke majlis Fardu Ain silakan membaca scan kitab Munjiat ini semoga kita sama-sama mendapat menfaatnya... bertanyalah pada yang lebih arif tentang ilmu Allah, jangan cuba sendiri mencari Allah nanti syaitan akan mempengaruhi yang bukan-bukan...
inilah useha kecilku untuk Agama Allah..

oleh:
Kiyai Haji Syeikh Saleh Darat as-Samaran

inilah.... sebahagian yang ada pada simpanan saya...


bermula dari scan yang pertama ini akan menyusul peringkat demi peringkat... sama-samalah kita mendapat manfaatnya..

(KITAB DALAM BAHASA JAWA)
terjemahan sila rujuk pada ahlinya...

Nota: kesan merah adalah kesan gigitan anai-anai Subhanallah, Allah maha kaya,..

Kitab Munjiyat.... Kiyai Haji Syeikh Saleh Darat as-Samarani

Oleh WAN MOHD. SHAGHIR ABDULLAH


ADA orang meriwayatkan bahawa tiga orang ulama yang berasal dari Pulau Jawa adalah sangat masyhur, sama ada tentang pencapaian keilmuan, ramai murid menjadi ulama, mahu pun nyata karamah dan barakah. Tiga orang ulama yang bersahabat, yang dimaksudkan ialah Syeikh Muhammad Nawawi al-Bantani @ Imam Nawawi ats-Tsani (lahir 1230 H/1814 M, wafat 1314 H/1896 M), Muhammad Khalil bin Kiyai Abdul Lathif (lahir 1235 H/1820 M) dan Kiyai Haji Saleh Darat yang lahir di Kedung Cemlung, Jepara, tahun 1235 H/1820 M, wafat di Semarang, hari Jumaat, 29 Ramadhan 1321 H/18 Disember 1903 M) ulama yang diriwayatkan ini.

Ketiga-tiga ulama yang berasal dari Jawa itu juga hidup sezaman dan seperguruan di Mekah dengan beberapa ulama yang berasal dari Patani seumpama Syeikh Muhammad Zain bin Mustafa al-Fathani (lahir 1233 H/1817 M, wafat 1325 H/1908 M), Syeikh Abdul Qadir bin Mustafa al-Fathani (lahir 1234 H/1818 M, wafat 1312 H/1895 M) dan lain-lain. Mereka juga seperguruan di Mekah dengan Syeikh Amrullah (datuk kepada Prof. Dr. Hamka) yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat.

PENDIDIKAN

Ayahnya adalah seorang ulama besar dan pejuang Islam yang pernah bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro dalam perjuangan jihad melawan penjajah Belanda. Beliau ialah Kiyai Haji Umar. Oleh itu Saleh Darat memperoleh ilmu asas daripada ayahnya sendiri. Sesudah itu beliau belajar kepada Kiyai Haji Syahid, ulama besar di Waturoyo, Pati, Jawa Tengah. Kemudian, dibawa ayahnya ke Semarang untuk belajar kepada beberapa ulama, di antara mereka ialah Kiyai Haji Muhammad Saleh Asnawi Kudus, Kiyai Haji Ishaq Damaran, Kiyai Haji Abu Abdillah Muhammad Hadi Banguni (Mufti Semarang), Kiyai Haji Ahmad Bafaqih Ba'alawi, dan Kiyai Haji Abdul Ghani Bima.

Ayahnya Kiyai Haji Umar sangat berhajat menjadikan anaknya itu seorang ulama yang berpengetahuan sekali gus berpengalaman. Ke arah ilmu pengetahuan telah dilaluinya di pendidikan pengajian pondok. Untuk memperoleh pengalaman pula mestilah melalui pelbagai saluran. Seseorang yang berpengetahuan tanpa pengalaman adalah kaku. Sebaliknya seseorang yang berpengalaman tanpa pengetahuan yang cukup adalah ibarat tumbuh-tumbuhan hidup di tanah yang gersang. Seseorang yang berjaya menghimpunkan pengetahuan dan pengalaman hidup yang demikianlah yang diperlukan oleh masyarakat Islam sepanjang zaman. Oleh hal-hal yang tersebut itu, ayahnya telah mengajak Saleh Darat merantau ke Singapura. Beberapa tahun kemudian, bersama ayahnya, beliau berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji.

Bertawakal

Ayahnya wafat di Mekah. Saleh Darat mengambil keputusan dengan bertawakal kepada Allah untuk tinggal di Mekah kerana mendalami pelbagai ilmu kepada beberapa orang ulama di Mekah pada zaman itu. Di antara gurunya ialah: Syeikh Muhammad al-Muqri, Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki, Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Ahmad Nahrawi, Sayid Muhammad Saleh bin Sayid Abdur Rahman az-Zawawi, Syeikh Zahid, Syeikh Umar asy-Syami, Syeikh Yusuf al-Mishri dan Syeikh Jamal Mufti Hanafi.

Setelah beberapa tahun belajar, di antara gurunya yang tersebut memberi izin beliau mengajar di Mekah sehingga ramai pelajar yang datang dari dunia Melayu menjadi muridnya. Di antara muridnya sewaktu beliau mengajar di Mekah ialah Kiyai Haji Hasyim, Kiyai Haji Bisri Syansuri, dan ramai lagi.

Beberapa ulama yang tersebut itu, iaitu Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki, Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan, dan Syeikh Umar asy-Syami adalah ulama-ulama yang mengajar di Masjid al-Haram, Mekah dalam tempoh masa yang sangat lama, sejak ulama yang sebaya dengan Syeikh Nawawi al-Bantani, Kiyai Haji Saleh Darat, Syeikh Muhammad Zain al-Fathani dan lain-lain, hinggalah ulama-ulama peringkat Syeikh Ahmad al-Fathani. Kiyai Saleh Darat sebaya umurnya dengan ayah Syeikh Ahmad al-Fathani, namun sama-sama seperguruan dengan ulama-ulama Arab yang tersebut di atas.

PONDOK PESANTREN

Setelah menetap di Mekah beberapa tahun belajar dan mengajar, Kiyai Saleh Darat terpanggil pulang ke Semarang kerana bertanggungjawab dan ingin berkhidmat terhadap tanah tumpah darah sendiri. `Hubbul wathan minal iman' yang maksudnya, `kasih terhadap tanah air sebahagian daripada iman' itulah yang menyebabkannya mesti pulang ke Semarang. Sebagaimana tradisi ulama dunia Melayu terutama ulama Jawa dan Patani pada zaman itu, bahawa setelah pulang dari Mekah mestilah mengasaskan pusat pengajian pondok. Kiyai Saleh mengasaskan pondok pesantren di daerah Darat yang terletak di pesisir pantai kota Semarang. Sejak itulah beliau dipanggil orang dengan gelaran Kiyai Saleh Darat Semarang.

Terkenal

Dengan mengasaskan pondok pesantren itu nama Kiyai Haji Saleh Darat menjadi lebih terkenal di seluruh Jawa terutama Jawa Tengah. Ramai murid beliau yang menjadi ulama dan tokoh yang terkenal, di antara mereka ialah: Kiyai Haji Hasyim Asy'ari (ulama besar di Jawa, beliau termasuk salah seorang pengasas Nahdhatul Ulama), Kiyai Haji Muhammad Mahfuz at-Tarmasi (seorang ulama besar dalam Mazhab Syafie yang sangat ahli dalam bidang ilmu-ilmu hadis), Kiyai Haji Ahmad Dahlan (pengasas organisasi Muhammadiyah), Kiyai Haji Idris (pengasas Pondok Pesantren Jamsaren, Solo), Kiyai Haji Sya'ban (ulama ahli falak di Semarang) dan Kiyai Haji Dalhar (pengasas Pondok Pesantren Watucongol, Muntilan, Magelang). Raden Ajeng Kartini yang menjadi simbol kebangkitan kaum perempuan Indonesia juga adalah murid Kiyai Saleh Darat.

Tiga orang di antara murid beliau adalah disahkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia, iaitu; Kiyai Haji Ahmad Dahlan (1868 M - 1934 M), dengan Surat Keputusan Pemerintah RI, No. 657, 27 Disember 1961, dianugerahi Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Hadhratusy Syeikh Kiyai Haji Hasyim Asy'ari (1875 M - 1947 M), dengan Surat Keputusan Presiden RI, No. 294, 17 November 1964 dianugerahi Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan Raden Ajeng Kartini (1879 M - 1904 M), dengan Surat Keputusan Presiden RI, No. 108, 12 Mei 1964 dianugerahi Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Murid Kiyai Haji Saleh Darat yang sangat terkenal di peringkat antarabangsa kerana karangannya menjadi rujukan ialah Kiyai Haji Muhammad Mahfuz at-Tarmasi atau menggunakan nama lengkap Syeikh Muhammad Mahfuz bin Abdullah at-Tarmasi (1285 H/1868 M - 1358 H/1939 M). Dua buah karyanya yang besar dan sangat terkenal dalam bahasa Arab ialah Muhibah Zawin Nazhar syarah Kitab Ba Fadhal merupakan kitab fikah Mazhab Syafie yang ditulis dalam empat jilid tebal. Dan sebuah lagi Manhaj Zawin Nazhar merupakan syarah kitab hadis membicarakan ilmu mushthalah dan lain-lain yang ada hubungan dengan hadis.

PENULISAN

Di antara karangan Kiyai Haji Syeikh Saleh Darat as-Samarani yang telah diketahui adalah seperti berikut:

1. Kitab Majmu'ah asy-Syari'ah al-Kafiyah li al-'Awam, kandungannya membicarakan ilmu-ilmu syariat untuk orang awam

2. Kitab Munjiyat, kandungannya tentang tasawuf, merupakan petikan perkara-perkara yang penting dari kitab Ihya' `Ulum ad-Din karangan Imam al-Ghazali

3. Kitab al-Hikam, kandungannya juga tentang tasawuf, merupakan petikan perkara-perkara yang penting daripada Kitab Hikam karangan Syeikh Ibnu `Athaullah al-Askandari.

4. Kitab Latha'if at-Thaharah, kandungannya membicarakan tentang hukum bersuci

5. Kitab Manasik al-Hajj, kandungannya membicarakan tatacara mengerjakan haji

6. Kitab ash-Shalah, kandungannya membicarakan tatacara mengerjakan sembahyang

7. Tarjamah Sabil al-`Abid `ala Jauharah at-Tauhid, kandungannya membicarakan akidah Ahli Sunnah wal Jamaah, mengikut pegangan Imam Abul Hasan al-Asy`ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi.

8. Mursyid al-Wajiz, kandungannya membicarakan tasawuf atau akhlak.

9. Minhaj al-Atqiya', kandungannya juga membicarakan tasawuf atau akhlak.

10. Kitab Hadis al-Mi'raj, kandungannya membicarakan perjalanan Nabi Muhammad s.a.w. dari Mekah ke Baitul Maqdis dan selanjutnya hingga ke Mustawa menerima perintah sembahyang lima kali sehari semalam. Kitab ini sama kandungannya dengan Kifayah al-Muhtaj karangan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani.

11. Kitab Faidhir Rahman, kandungannya merupakan terjemahan dan tafsir al-Quran ke dalam bahasa Jawa. Kitab ini merupakan terjemahan dan tafsir al-Quran yang pertama dalam bahasa Jawa di dunia Melayu. Menurut riwayat, satu naskhah kitab tafsir tersebut pernah dihadiahkan kepada Raden Ajeng Kartini ketika berkahwin dengan R.M. Joyodiningrat (Bupati Rembang).

12. Kitab Asrar as-Shalah, kandungannya membicarakan rahsia-rahsia sembahyang.

Hampir semua karya Kiyai Haji Saleh Darat ditulis dalam bahasa Jawa dan menggunakan huruf Arab (Pegon atau Jawi); hanya sebahagian kecil yang ditulis dalam bahasa Arab. Di tangan saya hanya terdapat sebuah yang ditulis dalam bahasa Melayu. Yang ditulis dalam bahasa Melayu menggunakan nama Syeikh Muhammad Shalih bin Umar as-Samarani. Sebahagian besar kitab-kitab yang tersebut sampai sekarang terus diulang cetak oleh beberapa percetakan milik orang Arab di Surabaya dan Semarang. Ini kerana ia masih banyak diajarkan di beberapa pondok pesantren di pelbagai pelosok Jawa Tengah.

Ada orang berpendapat bahawa orang yang paling berjasa menghidupkan dan menyebarluaskan tulisan Pegon (tulisan Arab bahasa Jawa) ada tiga orang, ialah Syeikh Nawawi al-Bantani, Kiyai Khalil al-Maduri dan Kiyai Haji Saleh Darat Semarang. Pada pandangan saya, Kiyai Haji Saleh Darat adalah yang lebih dapat diakui, kerana apabila kita pelajari karya-karya Syeikh Nawawi al-Bantani semuanya dalam bahasa Arab bukan dalam bahasa Jawa. Kiyai Khalil al-Maduri pula hingga kini saya belum mempunyai karya beliau sama ada dalam bahasa Jawa, atau pun bahasa Melayu mahu pun dalam bahasa Arab.

sumber: http://ulama-nusantara.blogspot.com/2006/11/ulama-besar-jawa-tengah-kiyai-muhammad.html

Kerajaan Tuhan

Kerajaan Tuhan [174]

http://www.logon.org/indonesian/s/p174.html


Panduan Tuhan bagi kerajaan juga merupakan konsep alkitab yang paling disalahgunakan. Ianya ditetapkan manusia dalam lingkungan konsep-konsep yang kononnya berasal dari Kitab Suci tetapi umumnya berdasarkan prinsip-prinsip sistem-sistem bangsa lain dalam dunia ini. Kebanyakan dari Kekristianan hari ini tidak faham bahawa terdapat pelbagai anak-anak Tuhan dan bahawa Iblis merupakan seorang anak Tuhan di kalangan mereka di dalam Sidang tersebut. Pertikaian mengenai struktur kerajaan adalah masalah asalnya di dalam Bani syurgawi itu dan merupakan sebab kepada pemberontakan yang membabitkan Iblis dan sepertiga dari angkatan syurgawi itu. Struktur kerajaan Tuhan dikaji di dalam karya ini.
--

Topik pemerintahan kerajaan mungkin merupakan topik paling penting di dalam Alkitab. Ia berpusat pada perintah pertama atau yang besar itu (Ulangan 6:5; 10:12; 30:6; Matius 22:38) yang merupakan ekspresi empat perintah pertama hukum bersepuluh. Perintah kedua menyerupainya: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Imamat 19:18; Matius 22:39). Perintah besar kedua merupakan rangkuman enam perintah terakhir hukum bersepuluh. Pada kedua perintah ini tergantung seluruh hukum taurat dan kitab para nabi (Matius 22:40). Maka itu, seluruh hukum taurat dan kitab para nabi merupakan lanjutan atau huraian bagi struktur utama yang terkandung di dalam dua perintah itu serta hukum bersepuluh.
Ibadah kepada Allah Maha Esa, secara perlunya, adalah berunsurkan penurutan kehendakNya dan dengan itu tindakan menurut perintahNya yang secara logiknya merupakan ekspresi kehendakNya. Kehendak Tuhan tidak terbit dengan begitu saja. Hukum-keteraturan Tuhan terbit daripada kudratNya (lihat karya Perbezaan di dalam Hukum [096) dan di bawah).

Panduan Tuhan untuk kerajaan juga merupakan konsep alkitab yang paling disalahgunakan. Ianya ditetapkan manusia dalam lingkungan konsep-konsep yang kononnya berasal dari Kitab Suci tetapi umumnya berdasarkan prinsip-prinsip sistem-sistem bangsa lain dalam dunia ini.

Pertikaian ke atas struktur kerajaan adalah masalah asalnya dengan bani syurgawi dan merupakan penyebab pemberontakan itu. Memang, pemberontakan itu adalah suatu pertelingkahan yang melibatkan Iblis dan sepertiga dari bani syurgawi itu yang cuba untuk menggulingkan Tuhan dan mereka yang taat kepada Tuhan, serta merebut takhta itu dan kuasa yang menyertainya (Yesaya 14:12-15).

Yesaya 14:12-15 "Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa!

13 Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara.

14 Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!

15 Sebaliknya, ke dalam dunia orang mati engkau diturunkan, ke tempat yang paling dalam di liang kubur.

***********************
Pandangan ini juga ditemui di dalam Yehezkiel 28:12-19.

Yehezkiel 28:12-19 “Hai anak manusia, ucapkanlah suatu ratapan mengenai raja Tirus dan katakanlah kepadanya: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Gambar dari kesempurnaan engkau, penuh hikmat dan maha indah.

13 Engkau di taman Eden, yaitu taman Allah penuh segala batu permata yang berharga: yaspis merah, krisolit dan yaspis hijau, permata pirus, krisopras dan nefrit, lazurit, batu darah dan malakit. Tempat tatahannya diperbuat dari emas dan disediakan pada hari penciptaanmu.

14 Kuberikan tempatmu dekat kerub yang berjaga, di gunung kudus Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah batu-batu yang bercahaya-cahaya.

15 Engkau tak bercela di dalam tingkah lakumu sejak hari penciptaanmu sampai terdapat kecurangan padamu.

16 Dengan dagangmu yang besar engkau penuh dengan kekerasan dan engkau berbuat dosa. Maka Kubuangkan engkau dari gunung Allah dan kerub yang berjaga membinasakan engkau dari tengah batu-batu yang bercahaya.

17 Engkau sombong karena kecantikanmu, hikmatmu kaumusnahkan demi semarakmu. Ke bumi kau Kulempar, kepada raja-raja engkau Kuserahkan menjadi tontonan bagi matanya.

18 Dengan banyaknya kesalahanmu dan kecurangan dalam dagangmu engkau melanggar kekudusan tempat kudusmu. Maka Aku menyalakan api dari tengahmu yang akan memakan habis engkau. Dan Kubiarkan engkau menjadi abu di atas bumi di hadapan semua yang melihatmu.

19 Semua di antara bangsa-bangsa yang mengenal engkau kaget melihat keadaanmu. Akhir hidupmu mendahsyatkan dan lenyap selamanya engkau."

***************
Pengaburan kedua teks ini jelas terlihat di dalam banyak terjemahan. Agama-agama dunia, secara umumnya, tidak memahami teks-teks ini dalam ertikata suatu perang syurgawi antara Allah dan KerubNya yang Menutupi/Melindungi, iaitu Bintang Fajar planet ini. Ini memusatkan pertentangan tersebut dan menunjukkan masalahnya. Iblis ingin mendapatkan kuasa, tanpa kasih. Tuhan ingin berkongsi kuasa, dalam kasih. Perkongsian kuasa ini telah dijanjikan oleh Mesias di dalam Wahyu 3:21. Pemberontakan itu telah mengakibatkan peperangan di atas langit yang masih lagi di dalam proses penyelesaiannya. Iblis telah mengambil sepertiga dari anak-anak Tuhan atau bintang-bintang bani syurgawi itu bersamanya di dalam pemberontakan tersebut. Bintang-bintang ini telah dibuang ke bumi dan ditahan di situ selepas satu tempoh masa (Wahyu 12:4,13).

Wahyu 12:
1-17 Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya.

2 Ia sedang mengandung dan dalam keluhan dan penderitaannya hendak melahirkan ia berteriak kesakitan.

3 Maka tampaklah suatu tanda yang lain di langit; dan lihatlah, seekor naga merah padam yang besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di atas kepalanya ada tujuh mahkota.

4 Dan ekornya menyeret sepertiga dari bintang-bintang di langit dan melemparkannya ke atas bumi. Dan naga itu berdiri di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, untuk menelan Anaknya, segera sesudah perempuan itu melahirkan-Nya.

5 Maka ia melahirkan seorang Anak laki-laki, yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi; tiba-tiba Anaknya itu dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhta-Nya.

6 Perempuan itu lari ke padang gurun, di mana telah disediakan suatu tempat baginya oleh Allah, supaya ia dipelihara di situ seribu dua ratus enam puluh hari lamanya.

7 Maka timbullah peperangan di sorga. Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu dibantu oleh malaikat-malaikatnya, 8 tetapi mereka tidak dapat bertahan; mereka tidak mendapat tempat lagi di sorga.

9 Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya.

10 Dan aku mendengar suara yang nyaring di sorga berkata: "Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapi-Nya, karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita.

11 Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut.

12 Karena itu bersukacitalah, hai sorga dan hai kamu sekalian yang diam di dalamnya, celakalah kamu, hai bumi dan laut! karena Iblis telah turun kepadamu, dalam geramnya yang dahsyat, karena ia tahu, bahwa waktunya sudah singkat."

13 Dan ketika naga itu sadar, bahwa ia telah dilemparkan di atas bumi, ia memburu perempuan yang melahirkan Anak laki-laki itu.

14 Kepada perempuan itu diberikan kedua sayap dari burung nasar yang besar, supaya ia terbang ke tempatnya di padang gurun, di mana ia dipelihara jauh dari tempat ular itu selama satu masa dan dua masa dan setengah masa.

15 Lalu ular itu menyemburkan dari mulutnya air, sebesar sungai, ke arah perempuan itu, supaya ia dihanyutkan sungai itu.

16 Tetapi bumi datang menolong perempuan itu. Ia membuka mulutnya, dan menelan sungai yang disemburkan naga itu dari mulutnya.

17 Maka marahlah naga itu kepada perempuan itu, lalu pergi memerangi keturunannya yang lain, yang menuruti hukum-hukum Allah dan memiliki kesaksian Yesus.

****************

Perhatikan di dalam teks ini terjadinya suatu perang yang telah berlaku di antara bani syurgawi setia di bawah Mikhael serta bani derhaka di bawah Iblis. Iblis di sini disebutkan sebagai pendakwa saudara-saudara.

Perempuan di sini, pertama sekali adalah Israel dan kedua, adalah Jemaat dan anak itu adalah Mesias. Umat pilihan atau orang-orang kudus adalah mereka yang memelihara perintah-perintah Tuhan serta kesaksian Yesus Kristus. Perang itu adalah ke atas sistem pengaturan alam semesta. Para rasul tidak memahami, sebelum pembaharuan mereka, bahawa sistem dunia itu tidak akan datang dari sistem mereka (Lukas 22:24-26). Dari teks di dalam Wahyu kita dapat memahami bahawa terdapat suatu sistem pemerintahan di syurga dan bahawa sistem tersebut berpusat pada Allah yang Maha Tinggi.

Pemberontakan Iblis serta bani derhaka itu membabitkan sepetiga dari anak-anak Tuhan. Iblis cuba untuk menggulingkan Tuhan dan menjadikan dirinya sebagai Yang Maha Tinggi. Pemahaman mengenai pemberontakan tersebut di kalangan umat Ibrani dahulu jelas tertulis dan buku-buku seperti Buku Henokh (contohnya The Ethiopic Book of Enoch, M. A. Knibb, Oxford Clarendon, 1982 reprint, Vols. 1 and 2) yang telah dikemaskinikan dari Skrol-skrol Laut Mati (DSS) menunjukkan dengan terperinci pemahaman mengenai penglibatan anak-anak Tuhan dari teks-teks alkitab serta apa yang difahamkan sebagai keadaan-keadaan penderhakaan itu.


Banyak dari Kekristianan moden, tidak kira Binitarian atau Trinitarian, tidak memahami bahawa terdapatnya pelbagai anak-anak Tuhan. Mereka mengabaikan Ayub 1:6 serta 2:1 yang menunjukkan bahawa terdapatnya pelbagai anak-anak Tuhan dan bahawa Iblis juga merupakan seorang anak Tuhan di kalangan mereka di dalam Sidang itu (Ayub 38:4-7). Ayat 7 menunjukkan bahawa terdapat pelbagai Bintang-bintang Fajar, iaitu pangkat yang dipegang oleh Iblis (iaitu Pembawa Terang atau Lucifer putera fajar (Yesaya 14:12,15; Yehezkiel 28:14-19) dan Kristus telah mewarisi pangkat tersebut (2 Petrus 1:19; Wahyu 2:28; 22:16). Bintang-bintang Fajar ini adalah anak-anak Tuhan dan istilah bintang digunakan secara saling berganti (Wahyu 1:20; 6:13; 8:10,12; 9:1; 12:1,4). Salah seorang dari bintang-bintang ini telah dinubuatkan akan muncul dari Yakub (Bilangan 24:17).

Bintang ini adalah Mesias.
Banyak yang dapat kita rumuskan dari teks-teks alkitab ini mengenai cara kerajaan didirikan dari permulaan di bawah pimpinan khemah suci syurgawi. Kita dapat melakukan ini dengan agak terperinci kerana khemah suci atau bait suci duniawi itu telah didirikan sebagai gambar sistem syurgawi itu (Ibrani 8:5). Struktur kerajaan Tuhan harus diteliti mengikut urutan.
Bahagian 1.

Tuhan dan KerajaanNya di dalam Keluarga Tuhan

1. Signifikans Kudrat Tuhan kepada Sistem Kerajaan
Kedudukan kudrat Tuhan di dalam penentuan struktur kerajaan kedua-dua Jemaat serta bangsa-bangsa adalah sangat penting sekali. Kudrat Tuhan menentukan hukum-aturan dan bahawa kemudiannya barulah ditentukan sistem dalam mana letaknya penyembahan.

2. Anak-anak Tuhan
Mula-mula sekali kita harus melihat apa yang telah ditetapkan Tuhan dari permulaan. Kita dapat rumuskan banyak dari sini mengenai kudratNya dan cara bagaimana Dia mengkehendaki bani syurgawi itu diperintah atau memerintah dirinya (rujuk karya-karya Kepentingan Istilah Anak Allah [211] dan Pra-Kewujudan Yesus Kristus [243]).


Bahagian 2.
Tujuan Penciptaan
Kita dapat meneruskan kepada penciptaan dan memastikan tujuannya serta cara dalam mana Tuhan membenarkan bani syurgawi beroperasi di dalam atau ke atas penciptaan. Tujuan ini dibincangkan di dalam karya Tujuan Penciptaan dan Pengorbanan Kristus [160].

Bahagian 3.

Aturan Penciptaan Fizikal
Kita dapat lihat dari Pentateuch serta hukum taurat apakah sistem yang telah dipilih Tuhan untuk struktur kemanusiaan. Kita dapat lihat bagaimana Tuhan telah campur tangan serta mengenali apakah perubahan-perubahan jika ada pada hukum-aturan Tuhan. Struktur ini dikenalpasti di bawah tajuk-tajuk berkenaan:

1. Doktrin Dosa Asal Bahagian 1 Taman Eden (246)
2. Doktrin Dosa Asal Bahagian 2 Generasi-generasi Adam [248]
3. Perundangan serta keimamatan Nuh
4. Pemberontakan selepas banjir dan penubuhan sistem dunia atau Babilon
5. Sistem keluarga para Bapa
6. Keluaran dan penyampaian hukum taurat

Bahagian 4.

Israel di bawah Para Hakim

Israel di bawah para Hakim merupakan satu zaman yang jelas menonjol di dalam aplikasi hukum-hukum Israel serta pemerintahan bangsa itu. Banyak yang boleh dipelajari di dalam zaman ini mengenai bagaimana Allah Bapa, atau Eloah, telah mengaplikasikan hukum-hukumNya di bawah elohim Israel.

Pekerjaan Roh Kudus sewaktu tempoh ini di bawah arahan Malaikat Yahovah adalah penting. Ini telah dikaji di dalam karya pertama Samson dan Para Hakim [073]. Karya-karya seterusnya akan membincangkan para Hakim itu serta pemerintahan mereka sehingga kepada Samuel.

Bahagian 5.

Israel di bawah pemerintahan raja

1. Karya pertama di dalam siri ini adalah Daud dan Goliat [126].
Perubahan-perubahan kepada cara pemerintahan Tuhan di bawah pimpinan raja merujuk khas kepada penubuhan Kerajaan itu di bawah Mesias.

2. Kejatuhan raja-raja

3. Pemulihan-pemulihan di bawah pemerintahan diraja Pemulihan-pemulihan tersebut mempunyai rujukan khusus kepada Tujuh Perayaan Paskah Terbesar Alkitab [107].


Bahagian 6.

Israel di bawah Keimamatan
Bahagian ini membincangkan proses pemerintahan di Israel sebelum kedatangan Mesias dan pengadilannya oleh Mesias.

Bahagian 7.
Jemaat

Struktur rohani iaitu Jemaat itu dikenalpasti dan sistem di bawah mana ia diperintah diteliti. Ianya dibahagikan kepada tiga bahagian.

1. Para Bapa Kaum dan Para Nabi
2. Jemaat Kerasulan

Bahagian ini juga akan membincangkan:

a. Arahan-arahan yang diberikan oleh Kristus untuk pemerintahan Jemaat; dan
b. pelaksanaan arahan-arahan tersebut di dalam Jemaat Kerasulan.
Juga dibincangkan adalah:
c. Kejatuhan Yerusalem; dan
d. Sistem Synagogue dan pembentukan Jemaat
3. Jemaat di dalam Penyelerakan.

Jemaat di dalam Penyelerakan telah dibincangkan di dalam karya-karya ini:

a. Distribusi Umum Jemaat Pemelihara Sabat 1122]; dan
b. Peranan Hukum Keempat di dalam Jemaat-jemaat Tuhan Pemelihara Sabat dalam Sejarah [170].

Karya-karya selanjutnya akan mengisahkan:

c. Pengikut-pengikut Nikolaus [202];
d. Aplikasi sistem-sistem Dunia kepada Pemerintahan Jemaat;
e. Binatang serta Gambar Binatang;
f. Organisasi Terkini Optimum untuk melakukan tanggungjawab-tanggungjawab kita pada zaman akhir; dan
g. Pekerjaan di bawah Penganiayaan.

Fasa ini akan berakhir dengan Kedatangan Semula Mesias.
Bahagian 8.
Kedatangan Semula dan struktur Milenium
Siri karya ini membincangkan nubuatan-nubuatan akhir zaman. Terdapat beberapa pertindihan maklumat di dalam karya-karya ini. Karya-karya yang dikeluarkan atau akan dikeluarkan mengenai hal-hal ini melibatkan:

1. Milenium di dalam Nubuatan;
2. Tafsiran-tafsiran Nubuatan Milenium;
a. Milenium dan Keghaiban [095];
3. Sangkakala-sangkakala, termasuklah:
a. Kedatangan Semula Mesias; dan
b. Perjamuan Kahwin Anak Domba;
4. Pendamaian;
5. Tujuh Meterai [140] termasuklah
a. Tujuh Sangkakala [141];
6. Perang-perang Akhir;
7. Kerajaan Milenium Tuhan

a. Umat 144,000;
b. Kumpulan Orang Banyak;
c. Pemulihan Israel;
d. Memerintah Bangsa-bangsa; dan
e. Kesalahan dan Hukuman


8. Hari Besar Terakhir;
a. Kebangkitan Orang Mati [143];
b. Penghakiman Terhadap Para Iblis [080];


9. Sistem Alam Semesta yang Baru.

Tuhan dan KerajaanNya di dalam Keluarga Tuhan
Signifikans Kudrat Tuhan kepada Sistem Kerajaan
Doktrin kudrat Tuhan adalah penting kepada penentuan struktur pemerintahan kedua-dua jemaat dan para bangsa serta sistem hukum-peraturannya.
Perbincangan mengenai kudrat Tuhan asasnya berkait kepada pernyataan Tuhan di dalam penciptaan serta sistem hukum-peraturan yang dinyatakan melalui hamba-hambaNya para nabi. Prinsip-prinsip asasnya adalah bahawa:

1. Tuhan telah menyatakan diriNya di dalam penciptaan dalam kebenaran untuk dikenali umat manusia (Roma 1:18-21). Tidak patutnya ada penahanan kebenaran itu untuk tujuan kejahatan. Apa yang dapat dinyatakan oleh Tuhan telah dinyatakan oleh Tuhan. Dia menyatakan kudratNya, kuasa serta keilahianNya yang jelas kelihatan dari penciptaan dan dari wahyuNya.


2. Tiada seorangpun yang pernah melihat Tuhan ataupun mendengar suaraNya (Yohanes 1:18; 1Timotius 6:16).

3. Dia telah memilih untuk berurusan dengan manusia dengan cara tertentu melalui hamba-hambaNya para nabi (Nehemia 9:30; Yeremia 7:25-26; 29:19).

4. Hamba-hamba ini telah memberikan kita suatu rekod tentang bimbinganNya kepada umat manusia yang telah diilhamkan kepada mereka dan disampaikan sebagai Kitab Suci (Ayub 32:8; 2 Timotius 3:16; 2Petrus 3:2; Wahyu 10:7).

5. Pimpinan tersebut membabitkan satu hukum-peraturan yang konsisten dan koheren yang sesuai untuk semua bangsa (Roma 16:26).

6. Mereka yang mendakwa bertindak untukNya haruslah berbicara sesuai dengan hukum-peraturan itu serta kesaksian para nabi yang lain (Yesaya 8:20).

7. Nabi-nabi ini merupakan teladan iman dan kesabaran (Kisah 7:52; Yakobus 5:10).

8. Hukum-peraturan ini adalah tetap dan telah diteguhkan semula oleh Yesus Kristus di dalam pelayanannya (Matius 5:17-19).

9. llah satu-satunya yang abadi (1 Timotius 6:16) (lihat karya Mengenai Keabadian [165]).
10. Hidup kekal diberikan kepada manusia melalui pengenalan Allah yang Maha Esa dan anakNya Yesus Kristus (Yohanes 17:3; 1Yohanes 5:20).


Teologia
Kita dapati dari fakta-fakta Alkitab ini bahawa pengetahuan akan Tuhan adalah penting untuk keselamatan dan bahawa pengetahuan ini didapati dari penciptaan dan dari Alkitab. Dengan itu, Ketuhanan bukanlah suatu rahsia dan, sememangnya, mengenali Allah dan Anak yang telah diutusNya merupakan satu syarat untuk menganggotai umat pilihan dan menerima hidup kekal.

Pengetahuan teologikal ini terbit dari pernyataan langsung Tuhan di dalam Kitab Suci dan di dalam alam ciptaan. Elemen pertama ini merupakan pernyataan langsung Tuhan kepada umat manusia dan, melalui kesaksian Yesus Kristus serta pembaptisan Roh Kudus manusia dapat mengambil bahagian di dalam kudrat ilahi itu sama seperti Kristus (2Petrus 1:4) yang kemudiannya menjadi anak Tuhan yang berkuasa melalui Roh Kudus dengan kebangkitannya dari mati (Roma 1:4,6; 8:15,23; 9:4; Galatia 4:5; Efesus 1:5). Maka kita adalah pewaris-pewaris bersama Kristus (Roma 8:17; Galatia 3:29; Titus 3:7; Ibrani 1:14; 6:17; 11:9; Yakobus 2:5; 1Petrus 3:7).

Kita telah diberikan pengetahuan akan Tuhan serta merupakan para pengurus rahsia-rahsia Tuhan (Matius 13:11; Lukas 8:10; 1Korintus 4:1) dan dengan itu, kita dapat menjawab tentan harapan yang ada di dalam diri kita itu (1Petrus 3:15). Oleh itu, sesiapa yang mengatakan Tuhan adalah rahsia yang tidak mungkin diketahui bukanlah dari umat pilihan.


Sistem-hukum atau ekonomi Keselamatan

Elemen kedua iman adalah pengetahuan tentang kehendak Tuhan. Hukum-peraturan Tuhan disebutkan sebagai ekonomi keselamatan (oikonomia). Istilah diterbitkan dari perkataan oikos nomos iaitu peraturan pengurusan sesuatu keluarga. Peraturan pengurusan keluarga Tuhan ini adalah hukum yang telah disampaikan para malaikat di dalam tangan seorang pengantara (Kisah 7:53; Galatia 3:19).

Hukum-peraturan ini dengan sendirinya tidak memberikan keselamatan tetapi sebaliknya, iman di dalam korban Kristus merupakan penebusan dan keselamatan yang diberikan melalui kasih karunia (Roma 4:11-24) kerana kita percaya bahawa Tuhan telah membangkitkan Kristus dari mati untuk pembenaran kita (Roma 4:24-25).

Namun begitu, terdapat satu hukum-peraturan dan seorang Allah sebenar. Hukum Tuhan terbit dari kudrat Tuhan dan adalah sesuatu yang tidak berubah selaku hasil kudratNya dan bukan sewenang-wenangnya (lihat karya Perbezaan di dalam Hukum [096]).

http://www.logon.org/indonesian/s/p174.html

http://www.logon.org/indonesian/s/p174.html


IKUTI KULIYAH- FARDHU AIN

Ustaz Haron Din

Ustaz Haji Shamsuri

Ustaz Ismail Kamus

Dr Fadzilah Kamsah

Ustaz Akhil Hayy

Ustazah Siti Nor Bahyah

Sheikh Nuruddin al-Banjari - Sifat Solat Nabi

Ustaz Jumadi Mustar - Misteri Nusantara

Ustaz Rejab Selamat - Persiapan Menghadapi Maut

Requirements: Windows: Windows Media Player 10 , QuickTime , Flash , Mac OS: Flip4Mac , QuickTime , Flash

A Film On The Life Of Holy Prophet Mohammed(P.B.U.H) Movie: The Message(In English)

http://www.tubeislam.com/
View Larger Map # Ceramah Melayu # Ceramah Inggeris # Bacaan Zikir, Selawat, Doa Qunut, Qasida & Nasyid # Bahan Teks dan Dokumen http://habibahmadismail.com/ website website website http://muhdkamil.org/ http://fenditazkirah.blogspot.com/2012/11/hijrah.html klik stop radio

Popular Posts

Blog list