MANUSIA DAN AGAMA YANG ADA
oleh: DR HAMKA
ALAM terbentang luas dan manusia hidup di dalamnya. Dengan pancaindera dan akal yang ada padanya, manusia dapat mempersaksikan Alam itu dalam segala sifat dan lakunya. Ada kebesaran, keajaiban dan keindahan, dan ada perubahan-perubahan yang tetap. Kehidupan manusia itu sendiri tidak dapat diceraikan dengan Alam itu.
Maka yang mina-mina timbul pada manusia itu adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang menguasai Alam ini. Dia yang mengatur dan menyusun perjalanannya. Dia yang menjadikan segalanya. Dia Yang Maha Kuasa atas setup sesuatu yang ada.
Kesan Pertama bahwa Ada Yang Maha Kuasa itu meratalah pada segenap manusia. Kerana kesan inilah yang tumbuh bilamana akalnya sudah mulai berjalan. Bahwasanya ada sesuatu kekuatan tersembunyi di latar yang nampak ini.
Yang selalu dirasai adanya, tetapi tidak dapat ditunjukkan tempatnya. Tidaklah pernah terpisah perasaan ini, walaupun bagaimana kepintaran manusia ataupun dia masih berpikir sederhana.
Di zaman akal itu mulai bertumbuh (primitif), khayalnya akan Adanya yang Ada itu diberinya berupa, menjadi perlambang daripada perasaannya sendiri.
Macam-macamlah perasaan yang timbul di sekeliling kesan tentang Yang Ada itu. Kadang-kadang timbullah takut kepadanya, dan kadang kadang timbul pula rasa terharu melihat keindahan dan kebesaran bekas perlihatannya. Maka diadakanlah pemujaan kepada benda-benda yang seram. Kepada batu, pohon kayu seumpama beringin.
Gunung atau nyatalah kelihatan bagaimana berkembangnya pemujaan kepada yang gaib itu menurut pengaruh keadaan hidup pada masa itu. Semasa kehidupan gua, disembahlah keseraman rimba dan kayu-kayan dan batu.
Kemudian itu disembah gunung. Dan setelah hidup berpindah dari gua batu ke tepi sungai, disembahlah air yang mengalir, dipuja pasang naik dan pasang turun.
Dan kadang-kadang disembah juga ikan. Dan di zaman perburuan dipujalah~ binatang-binatang yang dirasa ada hubungannya dengan suku.
Apabila kehidupan itu telah maju, dan telah pindah ke zaman bercucuk tanam, mulailah dirasa pertalian yang sipat di antara langit dan bumi, kerana kesuburan tumbuh-tumbuhan bertali dengan hujan dari langit. Maka mulailah mata menengadah ke langit. Di sanalah agaknya terletak rahasia Yang Maha Kuasa itu.
Manakah agaknya Pusat Kekuasaan besar itu? Ada pembahagian siang dan malam. Siang dan malam menyatakan pembahagian hidup.
Dan siang"dan malam adalah timbul kerana perjalanan Matahari. Bila dia terbit, teranglah alam, dan dapatlah kita berusaha. Kalau dia terbenam, gelaplah hari dan timbullah ketakutan lantaran gelap. Sebab itu maka timbullah persangkaan bahwa Matahari pusatnya kekuasaan itu. `Hari' adalah pertukaran di antara siang dan malam. Maka bola-mesh yang beredar itu adalah `Mata'nya. Pergiliran di antara Siang dan Malam itu adalah Dia. Sebab itu maka kiamat Hari itu bererti juga Tuhan. Dan kadang-kadang disebut juga `Kala', yaitu masa dan ketika. Dinamainya Batas Kala.
Di sini sudah mulai agak maju manusia itu berpikir. Dia sudah mulai menggambarkan Kesatuan Yang Ada itu. Inilah pangkal persembahan kepada Matahari.
Kemudian itu terpikir pulalah bagaimana keindahan bulan pumama dan bagaimana pengaruhnya kepada tanam-tanaman dan binatang ternak, dan bagaimana pula pengaruhnya kepada pasang naik dan pasang turun. Maka kepercayaan kepada Bulan adalah tingkat yang kedua setelah terlebih dahulu mengesankan bahwa Kesatuan adalah pada Matahari.
Kemudian itu timbullah kepercayaan dan pernujaan kepada bintang-bintang. Cahaya bintang nampak di waktu malam, setelah Matahari tidak ada lagi dan setelah bulan lepas dari purnamanya atau belum meningkat purnamanya.
Pergantian bulan yang 12 kali dalam setahun telah ditentukan setelah dilihat bintang-bintang yang berganti-ganti kelihatan. Apabila genap peredaran bulan tadi 12 giliran, bintang yang kelihatan dahulu jugalah yang kelihatan sekarang.
Pergiliran bintang itu sangat bertali dengan musim. Ada musim hujan, dan ada kumpulan bintang yang kelihatan Ada musim kemarau, yang lain pula bintangnya. Jika melihat dari sudut kebendaannya saja, timbullah ilmu pengetahuan tentang perjalanan falak. Tetapi dari sudut kegaiban kelihatan Maha Kekuasaan. Dan bertambahlah kepercayaan bahwasanya pusat kekuasaan itu hanyalah Esa juga.
Manusia hidup berkelompok-kelompok, bersuku-suku. Sudah nyata bahwa mula-mula manusia itu melihat keluar lingkungan dirinya, baik kepada 'bumi yang terharnpar, atau kepada langit yang terbentang luas. Sesudah itu menukiklah penglihatan tadi ke bawah, kepada diri sendiri. Dan kepada masyarakat yang ada sekeliling.
AKU telah ada di dunia ini. Dari mana datangku. Aku datang dari Sebab perhubungan bersetubuh di antara kedua ibubapaku. Maka terasalah bagaimana kuatnya tali perhubungan kehidupan manusia kerana adanya alat kelamin laki-laki itu.
Seorang laki-laki merasai bagaimana kegagah-perkasaannya mencari makan dan bersetubuh, kerana alat kelaminnya
Seorang perempuan merasai apa pentingnya hubungan dia sebagai perempuan dengan kawannya sebagai laki-laki kerana alat setubuh itu. Maka timbul pulalah kesan bahwasanya alat setubuh adalah rahasia" dari kehidupan. Sebab itu dia dipandang sebagai pusaka gaib dan bertuah, yang harus dipelihara dan dipuja.
Maka sejak kehidupan yang pertama itu, kelihatan bahwa alat setubuh itu disaktikan, ditutupi baik-baik, sehingga telah menjadi naluri turun temurun dalam hidup manusia yang beribu tahun, merasa diri durhaka kalau aurat itu terbuka. Akhirnya menjadi rasa malu. Dan ini pula sebabnya maka salah satu perlambang persembahan bagi bangsa-bangsa dan suku yang masih sederhana itu ialah penggambaran dari alat bersetubuh. Bahkan pada kuil-kuil Hindu dan Buddhapun masih dilihat puncak yang lekas membawa kesan bahwa itu adalah gambaran dari alat kelamin laki-laki.
Kepercayaan demikian merapatkan hubungan dengan ibubapa, bahkan menyebabkan ibubapapun menjadi persembahan dan pemujaan. Anak cucu dari bapa yang pertamapun berkembang biak. Narnun hubungan dengan Bapa yang pertama tidaklah putus.
Adalah satu soal yang menambah kuatnya kegaiban itu. Yaitu tentang adanya MATI.
Kalau urusan rahasia kelahiran telah dapat dipecahkan dengan menyembah kepada alat kelamin, bagaimana dengan mati? Apa ertinya mati? Mengapa setelah hidup dengan what wal`afiat, kemudian terhenti saja hidup itu?
Padahal tubuh masih ada? Dan kalau tubuh itu terletak lebih lama, diapun busuk? Maka setelah seorang keluarga mati, meskipun badannya telah dibuang atau dikuburkan, terasa juga bahwa dia masih ada. Terasa bahwa dia masih ada di keliling kita. Dia rasanya belum mati.
Kadang-kadang datanglah dia dalam mimpi. Sebab itu timbullah kesan bahwa di samping tubuhnya yang kasar itu ada lagi `halus'nya. Halus itu sewaktu-waktu datang kembali hendak melihat anak cucunya, melindunginya seketika dia ditimpa bahaya. Atau dia mengganggu kalau hatinya tidak senang! Maka timbullah pula pemujaan kepada halus orang setelah mati.
Orang-orang yang dituakan yang masih hidup tentu sipat perhubungan dengan halusnya orang yang telah mati itu. Kerana dia yang lebih berkuasa dan lebih besar dari antara kelompok suku. Maka tumbuhlah kepercayaan bahwa kepala suku bukan saja mengepalai kehidupan sehari-hari, tetapi menjadi perantaraan juga dengan halusnya orang yang telah mati.
Kesan itu masih nampak pada beberapa Kerajaan-kerajaan Besar di , Timur, yang berasal daripada tumbuhnya kekeluargaan besar. Maharaja adalah Bapa dari seluruh rakyat yang bernaung di hawah panji-panjinya. Dia juga kepala agama dan juga dukun. Maharaja Tiongkok dinamai `Putera Langit'. Dan di Nippon ada kepercayaan bahwa Maharajanya adalah keturunan daripada Dewa Matahari.
Al fatihah buat -- ABUYA HAMKA
oleh: DR HAMKA
ALAM terbentang luas dan manusia hidup di dalamnya. Dengan pancaindera dan akal yang ada padanya, manusia dapat mempersaksikan Alam itu dalam segala sifat dan lakunya. Ada kebesaran, keajaiban dan keindahan, dan ada perubahan-perubahan yang tetap. Kehidupan manusia itu sendiri tidak dapat diceraikan dengan Alam itu.
Maka yang mina-mina timbul pada manusia itu adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang menguasai Alam ini. Dia yang mengatur dan menyusun perjalanannya. Dia yang menjadikan segalanya. Dia Yang Maha Kuasa atas setup sesuatu yang ada.
Kesan Pertama bahwa Ada Yang Maha Kuasa itu meratalah pada segenap manusia. Kerana kesan inilah yang tumbuh bilamana akalnya sudah mulai berjalan. Bahwasanya ada sesuatu kekuatan tersembunyi di latar yang nampak ini.
Yang selalu dirasai adanya, tetapi tidak dapat ditunjukkan tempatnya. Tidaklah pernah terpisah perasaan ini, walaupun bagaimana kepintaran manusia ataupun dia masih berpikir sederhana.
Di zaman akal itu mulai bertumbuh (primitif), khayalnya akan Adanya yang Ada itu diberinya berupa, menjadi perlambang daripada perasaannya sendiri.
Macam-macamlah perasaan yang timbul di sekeliling kesan tentang Yang Ada itu. Kadang-kadang timbullah takut kepadanya, dan kadang kadang timbul pula rasa terharu melihat keindahan dan kebesaran bekas perlihatannya. Maka diadakanlah pemujaan kepada benda-benda yang seram. Kepada batu, pohon kayu seumpama beringin.
Gunung atau nyatalah kelihatan bagaimana berkembangnya pemujaan kepada yang gaib itu menurut pengaruh keadaan hidup pada masa itu. Semasa kehidupan gua, disembahlah keseraman rimba dan kayu-kayan dan batu.
Kemudian itu disembah gunung. Dan setelah hidup berpindah dari gua batu ke tepi sungai, disembahlah air yang mengalir, dipuja pasang naik dan pasang turun.
Dan kadang-kadang disembah juga ikan. Dan di zaman perburuan dipujalah~ binatang-binatang yang dirasa ada hubungannya dengan suku.
Apabila kehidupan itu telah maju, dan telah pindah ke zaman bercucuk tanam, mulailah dirasa pertalian yang sipat di antara langit dan bumi, kerana kesuburan tumbuh-tumbuhan bertali dengan hujan dari langit. Maka mulailah mata menengadah ke langit. Di sanalah agaknya terletak rahasia Yang Maha Kuasa itu.
Manakah agaknya Pusat Kekuasaan besar itu? Ada pembahagian siang dan malam. Siang dan malam menyatakan pembahagian hidup.
Dan siang"dan malam adalah timbul kerana perjalanan Matahari. Bila dia terbit, teranglah alam, dan dapatlah kita berusaha. Kalau dia terbenam, gelaplah hari dan timbullah ketakutan lantaran gelap. Sebab itu maka timbullah persangkaan bahwa Matahari pusatnya kekuasaan itu. `Hari' adalah pertukaran di antara siang dan malam. Maka bola-mesh yang beredar itu adalah `Mata'nya. Pergiliran di antara Siang dan Malam itu adalah Dia. Sebab itu maka kiamat Hari itu bererti juga Tuhan. Dan kadang-kadang disebut juga `Kala', yaitu masa dan ketika. Dinamainya Batas Kala.
Di sini sudah mulai agak maju manusia itu berpikir. Dia sudah mulai menggambarkan Kesatuan Yang Ada itu. Inilah pangkal persembahan kepada Matahari.
Kemudian itu terpikir pulalah bagaimana keindahan bulan pumama dan bagaimana pengaruhnya kepada tanam-tanaman dan binatang ternak, dan bagaimana pula pengaruhnya kepada pasang naik dan pasang turun. Maka kepercayaan kepada Bulan adalah tingkat yang kedua setelah terlebih dahulu mengesankan bahwa Kesatuan adalah pada Matahari.
Kemudian itu timbullah kepercayaan dan pernujaan kepada bintang-bintang. Cahaya bintang nampak di waktu malam, setelah Matahari tidak ada lagi dan setelah bulan lepas dari purnamanya atau belum meningkat purnamanya.
Pergantian bulan yang 12 kali dalam setahun telah ditentukan setelah dilihat bintang-bintang yang berganti-ganti kelihatan. Apabila genap peredaran bulan tadi 12 giliran, bintang yang kelihatan dahulu jugalah yang kelihatan sekarang.
Pergiliran bintang itu sangat bertali dengan musim. Ada musim hujan, dan ada kumpulan bintang yang kelihatan Ada musim kemarau, yang lain pula bintangnya. Jika melihat dari sudut kebendaannya saja, timbullah ilmu pengetahuan tentang perjalanan falak. Tetapi dari sudut kegaiban kelihatan Maha Kekuasaan. Dan bertambahlah kepercayaan bahwasanya pusat kekuasaan itu hanyalah Esa juga.
Manusia hidup berkelompok-kelompok, bersuku-suku. Sudah nyata bahwa mula-mula manusia itu melihat keluar lingkungan dirinya, baik kepada 'bumi yang terharnpar, atau kepada langit yang terbentang luas. Sesudah itu menukiklah penglihatan tadi ke bawah, kepada diri sendiri. Dan kepada masyarakat yang ada sekeliling.
AKU telah ada di dunia ini. Dari mana datangku. Aku datang dari Sebab perhubungan bersetubuh di antara kedua ibubapaku. Maka terasalah bagaimana kuatnya tali perhubungan kehidupan manusia kerana adanya alat kelamin laki-laki itu.
Seorang laki-laki merasai bagaimana kegagah-perkasaannya mencari makan dan bersetubuh, kerana alat kelaminnya
Seorang perempuan merasai apa pentingnya hubungan dia sebagai perempuan dengan kawannya sebagai laki-laki kerana alat setubuh itu. Maka timbul pulalah kesan bahwasanya alat setubuh adalah rahasia" dari kehidupan. Sebab itu dia dipandang sebagai pusaka gaib dan bertuah, yang harus dipelihara dan dipuja.
Maka sejak kehidupan yang pertama itu, kelihatan bahwa alat setubuh itu disaktikan, ditutupi baik-baik, sehingga telah menjadi naluri turun temurun dalam hidup manusia yang beribu tahun, merasa diri durhaka kalau aurat itu terbuka. Akhirnya menjadi rasa malu. Dan ini pula sebabnya maka salah satu perlambang persembahan bagi bangsa-bangsa dan suku yang masih sederhana itu ialah penggambaran dari alat bersetubuh. Bahkan pada kuil-kuil Hindu dan Buddhapun masih dilihat puncak yang lekas membawa kesan bahwa itu adalah gambaran dari alat kelamin laki-laki.
Kepercayaan demikian merapatkan hubungan dengan ibubapa, bahkan menyebabkan ibubapapun menjadi persembahan dan pemujaan. Anak cucu dari bapa yang pertamapun berkembang biak. Narnun hubungan dengan Bapa yang pertama tidaklah putus.
Adalah satu soal yang menambah kuatnya kegaiban itu. Yaitu tentang adanya MATI.
Kalau urusan rahasia kelahiran telah dapat dipecahkan dengan menyembah kepada alat kelamin, bagaimana dengan mati? Apa ertinya mati? Mengapa setelah hidup dengan what wal`afiat, kemudian terhenti saja hidup itu?
Padahal tubuh masih ada? Dan kalau tubuh itu terletak lebih lama, diapun busuk? Maka setelah seorang keluarga mati, meskipun badannya telah dibuang atau dikuburkan, terasa juga bahwa dia masih ada. Terasa bahwa dia masih ada di keliling kita. Dia rasanya belum mati.
Kadang-kadang datanglah dia dalam mimpi. Sebab itu timbullah kesan bahwa di samping tubuhnya yang kasar itu ada lagi `halus'nya. Halus itu sewaktu-waktu datang kembali hendak melihat anak cucunya, melindunginya seketika dia ditimpa bahaya. Atau dia mengganggu kalau hatinya tidak senang! Maka timbullah pula pemujaan kepada halus orang setelah mati.
Orang-orang yang dituakan yang masih hidup tentu sipat perhubungan dengan halusnya orang yang telah mati itu. Kerana dia yang lebih berkuasa dan lebih besar dari antara kelompok suku. Maka tumbuhlah kepercayaan bahwa kepala suku bukan saja mengepalai kehidupan sehari-hari, tetapi menjadi perantaraan juga dengan halusnya orang yang telah mati.
Kesan itu masih nampak pada beberapa Kerajaan-kerajaan Besar di , Timur, yang berasal daripada tumbuhnya kekeluargaan besar. Maharaja adalah Bapa dari seluruh rakyat yang bernaung di hawah panji-panjinya. Dia juga kepala agama dan juga dukun. Maharaja Tiongkok dinamai `Putera Langit'. Dan di Nippon ada kepercayaan bahwa Maharajanya adalah keturunan daripada Dewa Matahari.
Al fatihah buat -- ABUYA HAMKA